Rabu, 30 Maret 2016

Alhamdulillah, I said "Yes".

"Menikah itu butuh keberanian, bukan kesiapan. Kalau ditanya siap atau tidak siap, kita akan selalu punya alasan untuk tidak siap.” Sebuah kutipan yang aku dapatkan dari blog seorang penulis romantis Islami yang sama-sama mengagumi karya Paulo Coelho. Aku tak sengaja membacanya 20 hari sebelum hari ini, hari ulang tahun pernikahan kita.

2 tahun yang lalu, kita duduk di atas pelaminan, setelah memperjuangkan terwujudnya momen tersebut. Bukan hal yang mudah, namun tekad kita kuat dan Allah ada bersama kita. Sesudah kesulitan ada kemudahan, itu janjiNya.

3 tahun kita mengenal satu sama lain, sebelum akhirnya kita memutuskan untuk berhenti "pacaran" dan menikah. Banyak kerabat dan kenalan yang menyarankan untuk sudahi saja ikatan yang "tidak diridhai" itu. Kami pun seringkali mendiskusikan tentang anjuran orang-orang untuk menghilangkan status pacaran yang terlarang. Ya Allah, tanpa disuruh pun sebenarnya kami sangat ingin. Tapi kami harus memperjuangkan status "putus" tersebut.

Yang pertama harus kita lakukan adalah Basmallah dan luruskan niat. Kemudian mengumpulkan modal untuk biaya sebagai proposal ke orang tua. Saat orang lain mungkin sibuk menyiapkan proposal sidang skripsi, saat itu aku sibuk menyiapkan proposal skripsi dan proposal nikah. Sebagai seorang mahasiswi, dua proposal ini penting pada saat itu. Aku sudah tidak memikirkan lagi proposal romantis , proposal "Will you marry me?", karena tanpa kamu mengajukannya pun aku sudah meng-acc-nya. Kamu bukan orang yang romantis dengan kata-kata, malah kamu adalah type yang sering diam seribu bahasa, entah itu bahasa verbal maupun bahasa tubuh. Sehingga aku tidak pernah mengharapkan adanya acara bertekuk lutut sambil bilang "Will you marry me?".

Aku dididik untuk menjadi wanita yang mandiri, visioner dan realistis. Dari awal kuliah aku sudah bertanya ke kakak tingkat tentang perkuliahan dan tugas akhir, baik itu skripsi ataupun karya desain. Sehingga saat yang lain sedang sibuk memilih tujuan rekreasi, aku memilih tempat yang menunjang tugas akhir ku. Saat yang lain ke luar kota untuk berlibur, aku survey lapangan untuk kebutuhan proposal. Pada akhirnya proposalku tersusun, bahkan sebelum waktunya diajarkan untuk menyusun proposal.

Saat semua proposal sudah di acc, baik proposal TA dan proposal menikah, dimulailah perjuangan selanjutnya. Perjuangan untuk mendapatkan ijazah dan ijabsah! Jadwal di susun, mulai dari jadwal mengerjakan materi-materi tugas akhir, jadwal bertemu dosen pembimbing, jadwal transportasi untuk ke Bekasi dan ke Cilegon, jadwal survey vendor dan jadwal jadwal yang bisa terjadwal.

Ada yang bilang, sehabis lamaran adaaaaaaaaaaa saja godaan dan cobaan. Tiap orang berbeda jatahnya, tapi jatah kami adalah datangnya cerita lama dan bencana alam. Aku pikir, datangnya cerita lama karena Allah memerintahkan aku untuk menyelesaikan cerita itu. Cerita yang menggantung 6 tahun lamanya tanpa ada clearance. Jadi cobaan tersebut ada agar aku menutup buku cerita lama agar ke depannya tidak ada lagi lembaran yang terbuka di buku tersebut yang menghilangkan fokusku dari buku baru.

Cobaan lainnya berupa bencana alam terjadi 2 kali. Yang pertama adalah banjir yang melanda jabodetabek persis saat harus mengurus surat-surat izin menikah dari pihak laki-laki. Sehingga calon mama mertua harus berakit-rakit naik perahu karet mengarungi banjir agar dapat mengurus semua surat. Bencana alam yang kedua terjadi saat jadwal untuk survey sudah tersusun, yaitu Gunung Kelud meletus, mengakibatkan penerbangan tidak jadi dan tiket pesawat yang sudah kami pesan direfund dan harus mengatur ulang semua perjanjian dan jadwal-jadwal yang ada. Memang benar, manusia berencana tapi Allah yang menentukan.

Menikah adalah memulai sesuatu yang baru. Sebuah level baru dalam kehidupan. Sehingga kita harus lulus dulu dari level sebelumnya dengan baik untuk persiapan menghadapi level selanjutnya. Cobaan yang ada harus dihadapi, karena ujian yang tidak dihadapi suatu saat akan diuji lagi dengan ujian yang sama.

2 tahun pernikahan yang penuh dengan kerikil-kerikil tajam dapat dilalui dengan mudah jika dilakukan bersama. Jangan fokus pada sakitnya menginjak kerikil sehingga lupa bahwa pemandangan sepanjang perjalanan itu indah. Itu yang aku pelajari selama 2 tahun berstatus istri seorang Hanggara Surya Dewangga. Alhamdulillah, I said "yes".

2 comments:

Rizqah Pangestu mengatakan...

hahahha..
setuju bgt sama yang di awal. klo ditanya siap ga siap. jawabanku pasti gak siap. -,,- aku masih bocah gini.
tapi selama Allah yang nuntun. insya Allah bahagia :D

chie_saa mengatakan...

Kita bisa berani karena iman kita thd Allah kan, Qoey. Allah selalu bersama kita kalau kita selalu dekat denganNya...

Hahahahhaa bocah mau punya bocah :p

Posting Komentar